Senin, 14 Januari 2019

MAKALAH PERUBAHAN TERENCANA


MAKALAH
MANAJEMEN PERUBAHAN
( Perubahan Terencana )


OLEH :
KELOMPOK I
MUH. ARATADI
ERNINGSI
NURZAM
IKRAWATI RAHAYU
MIRNAWATI WAHYUNI






PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAKIDENDE
UNAAHA
2019








BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan organisasi adalah kegiatan episodic, artinya perubahan dimulai pada satu titik, berlanjut melalui serangkaian tahap, dan mencapai puncak dalam hasil yang diharapkan oleh mereka yang terlibat berupa perbaikan dari titik awal. Perubahan memiliki permulaan, pertengahan dan akhir.
Perubahan organisasi atau pembaharuan organisasi (organizational change) didefinisikan sebagai pengadopsian ide-ide atau perilaku baru oleh sebuah organisasi. Organiasasi dirancang untuk beradaptasi dengan peruabahan lingkungan melalui pembaharuan dan pengembangan internal. Perubahan organisasi dicirikan dengan berbagai usaha penyesuaian-penyesuaian disain organisasi di waktu mendatang. Pengelolaan perubahan secara efektif tidak hanya diperlukan bagi kelangsungan hidup organisasi, tetapi juga sebagai tantangan pengembangan. Dalam pengertian lain perubahan organisasi merupakan proses penyesuaian desain organisasi terhadap kondisi lingkungan yang dihadapi. Perubahan dapat bersifat reaktif dan proaktif. Perubahan reaktif adalah perubahan yang dilakukan sebagai reaksi terhadap tanda-tanda bahwa perubahan diperlukan melalui pelaksanaan modifikasi sedikit-demi sedikit untuk menangani masalah tertentu yang timbul.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu organisasi ada yang dilakukan dengan sengaja da nada juga yang tidak sengaja atau dengan kata lain perubahan terencana dan tidak terencana.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PERUBAHAN TERENCANA
Perubahan adalah “ Peralihan “, Terencana adalah diambil dari kata “ Renacana “  yang berarti pengalihan, konsep atau rancangan yang akan diambil kedepannya.
Perubahan terencana adalah peralihan atau Transformasi rancangan-rancangan, pengalihan atau konsep yang akan diambil kedepannya, jika dikaitkan dengan perubahan organisasi, maka perubahan-perubahan yang dilaukan oleh suatu organisasi yang telah direncakan berupa peralihan rancangan-rancangan kerja yang akan dilakukan oleh suatu organisai kedepannya melalui tahapan-tahapan atau proses yang telah direncanakan sebelumnya inilah yang dimaksud dengan perubahan yang direncanakan.
B.     FASE-FASE PERUBAHAN TERENCANA 
Untuk memahami Perubahan Terencana, tidaklah cukup dengan memahami proses yang mendorong perubahan, namun ada apresiasi tahap yang dilalui organisasi untuk pindah dari keadaan yang tidak memuaskan ke masa depan yang diinginkan.
Bullock dan Batten menggambarkan Perubahan Terencana menjadi dua dimensi:
1.      Tahap – tahap perubahan
Tingkatan keadaan yang dilalui organisasi ketika menerapkan Perubahan Terencana
2.      Proses – proses perubahan
Metode yang dipergunakan untuk menggerakkan organisasi dari keadaan satu ke lainnya.
·         Fase Eksplorasi yaitu Organisasi meninmbang dan memutuskan membuat perubahan Spesifik dalam operasinya dan mengalokasikan sumber – sumber daya untuk merencanakan perubahan dalam membantu pemecahan perubahan. Tumbuhnya kesadaran dan perlunya perubahan guna membantu perencanaan serta penerapan perubahan.
·         Fase Perencanaan yaitu Proses perubahan yang terkait adalah mengumpulkan informasi agar dapat ditetapkan diagnosa masalah secara tepat, tujuan perubahan dan tindakan yang diperlukan guna mencapai tujuan
·         Fase Tindakan yaitu tahap ini organisasi mengimplementasikan perubahan hasil perencanaan. Proses perubahan dirancang untuk menggerakkan organisasi dari keadaan sekarang menuju ke masa depan
·         Fase Integrasi yaitu tahapan ini segera dimulai begitu perubahan telah sukses diimplementasikan. Proses perubahan meliputi konsolidasi dan stabilisasi perubahan guna menguatkan perilaku baru melalui umpan balik dan sistem imbalan serta mengatur para manajer dan karyawan secara terus – menerus memonitor perubahan dan upaya – upaya perbaikan.
Perubahan Sifat Pengembangan Organisasi
Pengembangan Organisasi merupakan proses menerapkan pengetahuan, praktek – praktek ilmu perilaku untuk membantu organisasi dalam meraih efektifitas yang lebih tinggi
Perkembangan khusus dalam perluasan perspektif :
·         Munculnya gerakan Desain Pekerjaan terutama munculnya Teori Sistem Sosio – Tehnik yang makin menyadari bahwa tidak bisa lagi berkonsentrasi kelompok atau individu namun menimbang-nimbang sistem lain.
·         Perspektif berskala organisasi telah mendorong praktisi PO memperluas perspektif mereka dengan mengembangkan budaya organisasi dan meminati konsep pembelajaran organisasi. Alhasil, pergeseran minat dari pembelajaran kelompok kepada pembelajaran organisasi hanyalah perluasan alami belaka.
·         Makin meningkatnya penggunaan pendekatan berskala organisasi terhadap perubahan yang dibarengi dengan intensitas pergolakan dalam lingkungan operasi organisasi, mendorong praktisi PO mentransformasikan organisasi secara keseluruhan dan tidak sekedar perubahan pada bagian pokoknya saja.
Dinamika Kelompok dan Perubahan Terncana akan menciptakan dilema bagi para pendukung PO. Pengembangan organisasi semakain terfokus pada masalah makro, maka semakin kurang kemampuan pengembangan organisasi merangkul semua individu yang terkait program perubahannya dan semakin kurang mampu pengembangan organisasi mempromosikan nilai dasar demokratisnya.
C.    CARA MEMBUAT PERANCANGAN STRAGIS DALAM ORGANIASI
Suatu organisasi dapat bergerak dengan baik apabila memiliki pedoman dengan perencanaan yang matang. Perencanaan ini dilakukan melalui penilaian, evaluasi, dan pengambilan keputusan yang menghasilkan pedoman kerja bagi organisasi untuk kurun waktu 3 sampai 5 tahun ke depan yang dikenal dengan nama perencanaan strategis. Dasar dari perencanaan strategis adalah kemampuan organisasi dalam mengelola dan mengidentifikasi kelemahan secara internal untuk melakukan perubahan perencanaan dan manajemen secara cepat dan tepat. Hal ini merupakan upaya agar organisasi tetap berjalan strategis dan relevan.
Di Indonesia, berbagai organisasi telah menerapkan perencanaan strategis dalam pengelolaan mereka. Namun tidak sedikit juga yang masih beranggapan bahwa perencanaan strategis termasuk dalam perencanaan jangka panjang (konvensional) sehingga perencanaan strategis tidak dilakukan. Penggunaan perencanaan strategis dinilai mampu menetapkan isu dalam permasalahan program, menyadarkan dan mengingatkan kembali seluruh pelaksana program ataupun pemangku kepentingan organisasi terhadap visi dan misi organisasi. Serta berkontribusi terhadap meningkatnya partisipasi keseluruhan pelaku organisasi dalam proses pengambilan keputusan di organisasi tersebut.
Berikut merupakan langkah-langkah pembuatan rencana strategis dalam suatu organisasi, yaitu :
1.      PEMBAHASAN ORGANISASI
Rencana strategis dimulai dengan pembahasan organisasi melalui fasilitator diskusi dengan melibatkan pemangku kepentingan. Pembuatan struktur organisai dengan  mencantumkan nama staf beserta perananannya dalam bidang dan tanggungjawabnya.
2.      IDENTIFIKASI MASALAH ORGANISASI
Melakukan identifikasi kelebihan dan kelemahan organisasi dengan mengelompokkan berbagai permasalahan dalam beberapa kategori misalnya masalah intenal, eksternal dan zona abu-abu /greyzone.
3.      ANALISIS SEBAB AKIBAT DALAM ORGANISASI
Analisis sebab akibat dilakukan dengan menyusun masalah dalam skala prioritas dengan menuliskan rencana jangka pendek yang relevan sebagai penyelesainnya. Kemudian dilanjutkan dengan mengkaji ulang setiap permasalahan yang timbul  dengan menyertakan perencanaan tambahan.
4.      PENYUSUNAN MATRIKS PERENCANAAN PROGRAM (MPP)
Secara definisi, Man Power Planning adalah suatu proses dan Rencana yang berkaitan dengan bagaimana organisasi mengukur ketersediaan dan kebutuhan akan sumber daya manusia pada masa yang akan dating.
Membuat penyusunan MPP mengenai pembenahan manajemen, beserta pengembangan sarana pendukung untuk memberikan gambaran kondisi organisasi dan disajikan dalam bentuk tabel.
5.      PENYUSUNAN RENCANA KERJA
Mengkategorikan penyusunan rencana kerja yang mengacu pada isu-isu strategis dan dengan kesepakatan pendapat yang relevan dengan visi dan misi organisasi.
6.      MONITORING DAN EVALUASI
Mengetahui tingkat kemajuan atau kegagalan dari program. Penyusunan ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada seluruh pelaksana program dan pemangku kepentingan di organisasi sehingga keberhasilan perencanaan strategis menjadi lebih besar. Selanjutnya untuk memonitor dan mengevaluasi hasil kerja, perlu dilakukan pertemuan rutin untuk membahas berbagai permasalahan di lapangan dan memberikan alternatif untuk mencapai tujuan organisasi.
D.    MENGATASI HAMBATAN DALAM MERENCANAKAN PERUBAHAN
1.      Pemahaman Maksud Tujuan dan Rencana
Salah satu cara terbaik untuk memperlancar penetapan tujuan dan proses perencanaan adalah maksud dasarnya. Manajer seharusnya juga mengetahui bahwa terdapat keterbatasan pada efektivitas penetapan tujuan dan pembuatan rencana. Penetapan tujuan dan perencanaan yang efektif tidak selalu memastikan keberhasilan, serta penyesuaian dan pengecualian diharapkan dari waktu ke waktu.


2.      Komunikasi dan Partisipasi
Meskipun mungkin dibuat pada tingkat tinggi, tujuan dan rencana tersebut harus dikomunikasikan kepada pihak yang lain di dalam organisasi. Setiap orang yang terlibat dalam proses perencanaan seharusnya mengetahui landasan yang mendasari strategi fungsional, dan bagaimana strategi-strategi tersebut diintegrasi serta dikoordinasikan. Orang-orang yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan, dalam mengimplementasikan rencana harus didengar pendapatnya dalam mengembangkan strategi tersebut. Setiap orang hampir selalu memiliki informasi yang berharga untuk disumbangkan. Bahkan ketika suatu organisasi agar bersifat sentralistis atau menggunakan staf perencanaan, manajer dari berbagai tingkat dalam organisasi seharusnya dilibatkan dalam proses perencanaan.
3.      Konsistensi /revsi /dan pembaruan
Tujuan seharusnya konsisten, baik secara horizontal maupun secara vertikal. Konsistensi horizotal berarti tujuan  seharusnya konsisten diseluruh organisasi atau dari satu departemen ke departemen lainnya. Konsistensi  vertikal  berarti tujuan seharusnya konsisten  dari atas hingga ke bawah   organisasi (tujuan stategis, taktis, dan operasional harus selaras). Karena penetapan tujuan dan perencanaan merupakan proses yang dinamis, keduanya harus direvisi dan diperbarui secara berkala.
4.      Sistem Penghargaan yang Efektif
Secara umum, orang seharusnya diberi penghargaan baik karena menetapkan tujuan dan rencana yang efektif, maupun karena berhasil mencapai target yang dicanangkan. Karena kegagalan terkadang berasal dari faktor-faktor di luar pengendalian manajemen. Orang seharusnya memastikan bahwa kegagalan dalam mencapai tujuan tidak akan selalu memiliki konsekuensi hukuman.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Perubahan terencana adalah peralihan atau Transformasi rancangan-rancangan, pengalihan atau konsep yang akan diambil kedepannya, jika dikaitkan dengan perubahan organisasi, maka perubahan-perubahan yang dilaukan oleh suatu organisasi yang telah direncakan berupa peralihan rancangan-rancangan kerja yang akan dilakukan oleh suatu organisai kedepannya melalui tahapan-tahapan atau proses yang telah direncanakan sebelumnya inilah yang dimaksud dengan perubahan yang direncanakan.
Perubahan terencana adalah peralihan atau Transformasi rancangan-rancangan, pengalihan atau konsep yang akan diambil kedepannya, jika dikaitkan dengan perubahan organisasi, maka perubahan-perubahan yang dilaukan oleh suatu organisasi yang telah direncakan berupa peralihan rancangan-rancangan kerja yang akan dilakukan oleh suatu organisai kedepannya melalui tahapan-tahapan atau proses yang telah direncanakan sebelumnya inilah yang dimaksud dengan perubahan yang direncanakan.
Fase-fase  perubahan terencana yaitu, fase eksplorasi, perencanaan, tindakan dan integrasi. Adapun langkah-langah dalam melakukan perencanaan perubahan yaitu, pembahasan organisasi, identifikasi masalah, analisi sebab akibat organiasi, pembuatan matrix perencanaan program MPP, penyusunan rencana kerja, monitoring dan evaluasi. Adapun caara mengatasi hambatan dalam organisasi yaitu, Pemahaman Maksud Tujuan dan Rencana, Komunikasi dan Partisipasi, Konsistensi /revsi /dan pembaruan, dan system penghargaan yang efektif.

B.     SARAN

Dalam melakukan perubahan dalam suatu organisasi buatlah perencanaan perubahan terlebih dahulu agar perubahan atau transformasi yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan suatu organiasasi.

Minggu, 30 Juli 2017

kecerdasan spritual



Pengertian Kecerdasan Spiritual Ciri SQ Definisi Menurut Para Ahli
Pengertian Kecerdasan Spiritual -Kecerdasan spritual tersusun dalam dua kata yaitu “kecerdasan” dan “spiritual”.Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan fikiran. Berbagai batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli didasarkan pada teorinya masing-masing. (Munandir, Ensiklopedia Pendidikan,  (Malang: UM Press, 2001), hal 122). Intelegence dapat pula diartikan sebagai kemampuan yang berhubungan dengan abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, kemampuan menangani situasi-situasi baru. ( Kartini Kartono, & Dali Gulo, Kamus Psikologi (Bandung: Pioner Jaya, 2000), hal 233)

Judul
 Pengertian Kecerdasan Spiritual, Ciri SQ Definisi Menurut Para Ahli
Spiritual adalah
 dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. ( Mimi Doe & Marsha Walch, 10 Prinsip Spiritual Parenting: Bagaimana Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak Anda. (Bandung: Kaifa, 2001), hal 20)   Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral. ( Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1989), hal 857)

Jadi berdasarkan arti dari dua kata tersebut kerdasan spiritual dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan nilai, batin, dan kejiwaan. Kecerdasan ini terutama berkaitan dengan abstraksi pada suatu hal di luar kekuatan manusia yaitu kekuatan penggerak kehidupan dan semesta.

Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dari pada yang lain.
 (Danah Zohar dan Ian Marshal,. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. (Bandung: Mizan, 2001), hal 4)

Kecerdasan spiritual menurut Khalil A Khavari di definisikan sebagai fakultas dimensi non-material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan. Kita harus mengenali seperti adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekat yang besar, menggunakannya  menuju kearifan, dan untuk mencapai  kebahagiaan yang abadi. (Sukidi. Rahasia Sukses Hidup Bahagia, Mengapa SQ Lebih Penting dari pada IQ dan EQ. (Jakarta: Gramedia, 2004), hal 77)

Kecerdasan spiritual menurut Stephen R. Covey adalah pusat paling mendasar di antara kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber bimbingan bagi kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna dan hubungan dengan yang tak terbatas.(Stephen R. Covey, The8th Habit: Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan, (Jakarta: PT Gramedia pustaka utama. 2005), hal 79)

Menurut Tony Buzan kecerdasan spiritual adalah yang berkaitan dengan menjadi bagian dari rancangan segala sesuatu yang lebih besar, meliputi “melihat suatu gambaran secara menyeluruh”.( Tony Buzan, Head First, 10 Cara Memanfaatkan 99% Dari Kehebatan Otak Anda Yang Selama Ini Belum Pernah Anda Gunakan,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal 80)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.


Lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut Roberts A. Emmons (dalam Juita), The Psychology of Ultimate Concerns:
1.                   Kemampuan untuk mentransendensikan  yang  fisik dan  material.
2.                   Kemampuan untuk mengalami tingkat  kesadaran yang memuncak.
3.                   Kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari.
4.                   Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual untuk menyelesaikan masalah.
5.                   Kemampuan untuk berbuat baik.

Dua  karakteristik  yang  pertama sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual. Anak yang merasakan kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah di sekitarnya mengalami transendensi fisikal dan material. Ia  memasuki dunia spiritual. Ia mencapai kesadaran kosmis yang menggabungkan dia dengan seluruh alam semesta. Ia merasa bahwa alamnya tidak terbatas pada apa yang disaksikan dengan alat-alat indrianya.

Ciri yang ketiga yaitu sanktifikasi pengalaman sehari-hari akan terjadi ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang agung. Misalnya: Seorang wartawan bertemu dengan dua orang pekerja yang sedang  mengangkut  batu-bata. Salah seorang di antara mereka bekerja dengan  muka  cemberut, masam, dan tampak kelelahan. Kawannya justru bekerja dengan  ceria, gembira, penuh semangat. Ia tampak tidak kecapaian. Kepada keduanya ditanyakan pertanyaan yang sama, “Apa yang sedang Anda  kerjakan? “Yang cemberut menjawab, “Saya sedang menumpuk batu.”Yang ceria berkata, “Saya sedang membangun katedral!” Yang kedua  telah  mengangkat  pekerjaan “menumpuk bata” pada dataran makna yang lebih luhur. Ia telah melakukan sanktifikasi.

Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya  secara rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya dengan makna  kehidupan secara spiritual yaitu melakukan hubungan dengan pengatur kehidupan. Contoh: Seorang anak diberitahu bahwa orang tuanya tidak akan  sanggup menyekolahkannya ke Jerman, ia tidak putus asa. Ia yakin bahwa  kalau orang itu bersungguh-sungguh dan minta pertolongan kepada Tuhan, ia  akan diberi jalan. Bukankah Tuhan berfirman, “Orang-orang yang  bersungguh-sungguh dijalan  Kami, Kami akan berikan kepadanya jalan-jalan Kami”? anak tersebut memiliki karakteristik  yang keempat.
 

Tetapi anak tersebut juga menampakkan karakteristik yang ke lima memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk. Tuhan. Memberi maaf, bersyukur atau mengungkapkan terimakasih, bersikap  rendah  hati, menunjukkan kasih sayang dan  kearifan, hanyalah sebagian dari kebajikan. Karakteristik terakhir ini mungkin disimpulkan  Muhammad saw, “Amal paling utama ialah engkau masukkan rasa bahagia pada sesama manusia.”
 (Leny Juwita, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak, (online), ( www.mail-archive.com/airputih@yahoogroup.com, artikel lepas Yayasan Muthahari, Akses 21:99 Kamis 14 Desember 2006)

Zohar & Marshaall mengindikasikan tanda dari SQ yang telah berkembang dengan baik mencangkup hal berikut:
1.                   Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif).
2.                   Tingkat kesadaran yang tinggi.
3.                   Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
4.                   Kemanpuan untuk menghadapi dan melampui rasa sakit.
5.                   Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai.
6.                   Keengganan untuk untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu.
7.                   Kecenderungan untuk melihat ketertarikan antara berbagai hal (holistik view).
8.                   Kecenderungan untuk bertanya untuk mencari jawaban yang mendasar.
9.                   Bertanggung jawab untuk membawakan visi dan dan nilai yang lebih tinggi pada orang lain.

Seorang yang tinggi SQ-nya cenderung menjadi menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian - yaitu seorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi terhadap orang lain, ia dapat memberikan inspirasi terhadap orang lain.
( Danah Zohar Dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spritual., hal, 14)
Sejalan dengan Covey yang menerangkan bahwa; Setiap pribadi yang menjadi mandiri, proaktif, berpusat pada prinsip yang benar, digerakkan oleh nilai dan mampu mengaplikasikan dengan integritas, maka ia pun dapat membangun hungungan saling tergantung, kaya, langgeng, dan sangat produktif dengan orang lain.
 (Stephen R. Covey,.the 7 Habit of Highly Effective People  (Jakarta: Binapura Aksara, 1997), hal 180-181)
Mahayana menyebutkan beberapa ciri orang yang mempunyai kecerdasan spritual yang tinggi:
1.    Memiliki prinsip dan visi yang kuat
Prinsip adalah kebenaran yang dalam dan mendasar ia sebagai pedoman berperilaku  yang mempunyai nilai yang langgeng dan produktif.  Prinsip manusia secara jelas tidak akan berubah, yang berubah adalah cara kita mengerti dan melihat prinsip tersebut. Semakin banyak kita tahu mengenai prinsip yang benar semakin besar kebebasan pribadi kita untuk bertindak dengan bijaksana.
 

Paradigma adalah sumber dari semua tingkah laku dan sikap, dengan menempatkan kita pada prinsip yang benar dan mendasar maka kita juga menciptakan peta atau paradigma mendasar mengenai hidup yang benar, dan pada ujung-ujungnya adalah hidup yang efektif.
 (Ibid, 113-114)

Mengenai prinsip ini Agustian lebih mempertegas apa saja prinsip-prinsip itu. Ini adalah prinsip yang lama dicari oleh manusia, ilmuan dan sebagainya. Ia mengemukakan bahwa orang memiliki emosi positif dan sebagainya karena sifat / karakternya, dan karakter yang paling berhasil sepanjang sejarah kehidupan manusia adalah karakter yang abadi, terus dicari, dan seakan menimblkan tarikan grafitasi mengenai dinamika perilaku manusia sepanjang zaman. Adapun sifat tersebut setelah lama di cari oleh ilmuan dan mereka lukiskan sebagai karakter CEO tidak lain adalah asmaul husna yang 99. Prinsip ini menurut Agustian telah tertamam dalam diri manusia dan seakan terekam sebagai Chip yang akan menjadi dinamika perilaku dan kepribadian manusia.
 (Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun ESQ Power., hal 87-95)

2.    Kesatuan dan keragaman
Seorang dengan spiritualitas yang tinggi mampu melihat ketunggalan dalam keragaman. Ia adalah prinsip yang mendasari SQ, sebagaimana Tony Buzan dan Zohar menjelaskan pada pemaparan yang telah disebutkan diatas. Tony Buzan mengatakan bahwa “kecerdasan spiritual meliputi melihat gambaran yang menyeluruh, ia termotivasi oleh nilai pribadi yang mencangkup usaha menjangkau sesuatu selain kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat”.
 (Tony Buzan, Head First., hal 80)

3.    Memaknai
Makna bersifat substansial, berdimensi spiritual. Makna adalah penentu identitas sesuatu yang paling signifikan. Seorang yang memiliki SQ tinggi akan mampu memaknai atau menemukan makna terdalam dari segala sisi kehidupan, baik karunia Tuhan yang berupa kenikmatan atau ujian dari-Nya, ia juga merupakan manifestasi kasih sayang dari-Nya. Ujiannya hanyalah wahana pendewasaan spiritual manusia.

Mengenai hal ini Covey meneguhkan tentang pemaknaan dan respon kita terhadap hidup. Ia mengatakan ”cobalah untuk mengajukan pertanyaan terhadap diri sendiri: Apa yang dituntut situasi hidup saya saat ini; yang yang harus saya lakukan dalam tanggung jawab saya, tugas-tugas saya saai ini; langkah bijaksana yang akan saya ambil?”. Jika kita hidup dengan menjalani hati nurani kita yang berbisik mengenai jawaban atas pertanyaan kita diatas maka, “ruang antara stimulus dan respon menjadi semakin besardan nurani akan makin terdengar jelas”.
 (Stephen R. Covey, The8th Habit.,hal 524)
4.    Kesulitan dan penderitaan
Pelajaran yang paling berarti dalam kehidupan manusia adalah pada waktu ia sadar bahwa itu adalah bagian penting dari substansi yang akan mengisi dan mendewasakan sehingga ia menjadi lebih matang, kuat, dan lebih siap menjalani kehidupan yang penuh rintangan dan penderitaan. Pelajaran tersebut akan menguhkan pribadinya setelah ia dapat menjalani dan berhasil untuk mendapatkan apa maksud terdalam dari pelajaran tadi. Kesulitan akan mengasah menumbuh kembangkan, hingga pada proses pematangan dimensi spiritual manusia. SQ mampu mentransformasikan kesulitan menjadi suatu medan penyempurnaan dan pendidikan spiritual yang bermakna. SQ yang tinggi mampu memajukan seseorang karena pelajaran dari kesulitan dan kepekaan terhadap hati nuraninya.
 (Agus Nggermanto,  Quantum Quotien.,hal 123 -136)

Menurut Khavari terdapat tiga bagian yang dapat kita lihat untuk menguji tingkat kecerdasan spritual seseorang
1.                   Dari sudut pandang spiritual keagamaan (relasi vertikal, hubungan dengan yang Maha Kuasa). Sudut pandang ini akan melihat sejauh manakah tingkat relasi spritual kita dengan Sang Pencipta, Hal ini dapat diukur dari “segi komunikasi dan intensitas spritual individu dengan Tuhannya”. Menifestasinya dapat terlihat dari pada frekwensi do’a, makhluq spritual, kecintaan kepada Tuhan yang bersemayam dalam hati, dan rasa syukur kehadirat-Nya. Khavari lebih menekankan segi ini untuk melakukan pengukuran tingkat kecerdasan spritual, karena ”apabila keharmonisan hubungan dan relasi spritual keagamaan seseorang semakin tinggi maka semakin tinggi pula tingkat kualitas kecerdasan spritualnya”.
2.                   Dari sudut pandang relasi sosial-keagamaan. Sudut pandang ini melihat konsekwensi psikologis spritual-keagamaan terhadap sikap sosial yang menekankan segi kebersamaan dan kesejahteraan sosial. Kecerdasan spiritual akan tercermin pada ikatan kekeluargaan antar sesama, peka terhadap kesejahteraan orang lain dan makhluk hidup lain, bersikap dermawan. Perilaku marupakan manifestasi dari keadaan jiwa, maka kecerdasan spritual yang ada dalam diri individu akan termanifestasi dalam perilakunya. Dalam hal ini SQ akan termanifestasi dalam sikap sosial. Jadi kecerdasan ini tidak hanya berurusan dengan ke-Tuhanan atau masalah spiritual, namun akan mempengaruhi pada aspek yang lebih luas terutama hubungan antar manusia.
3.                   Dari sudut pandang etika sosial. Sudut pandang ini dapat menggambarkan tingkat etika sosial sebagai manifestasi dari kualitas kecerdasan spiritual. Semakin tinggi tingkat kecerdasan spritualnya semakin tinggi pula etika sosialnya. Hal ini tercermin dari ketaatan seseorang pada etika dan moral, jujur, dapat dipercaya, sopan, toleran, dan anti terhadap kekerasan. Dengan kecerdasan spritual maka individu dapat menghayati arti dari pentingnya sopan santun, toleran, dan beradap dalam hidup. Hal ini menjadi panggilan intrinsik dalam etika sosial, karena sepenuhnya kita sadar bahwa ada makna simbolik kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari yang selalu mengawasi atau melihat kita di dalam diri kita maupun gerak-gerik kita, dimana pun dan kapan pun, apa lagi kaum beragama, inti dari agama adalah moral dan etika. (Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia., hal 80-85)


Dalam Artikel Maklaah Pengertian Kecerdasan Spritual Ciri SQ Definisi Menurut Para Ahlimenggunakan footnote sebagai referensi semoga bermanfaat untuk anda semua.

Logo cvc konawe